RI 4.0 juga mengubah kesehatan kita dan mengarah pada diri yang “terkuantifikasi”, dan lebih cepat dari yang kita pikirkan yang dapat menyebabkan augmentasi manusia. Daftar panjang dampak tersebut bahkan tidak ada habisnya karena manusia cenderung hanya terikat oleh imajinasi. Sebagian orang mungkin telah telah menjadi penggemar besar dan pengadopsi teknologi, tetapi kadang-kadang mereka juga memiliki pertanyaan kecil yaitu apakah integrasi teknologi yang tak terhindarkan dalam kehidupannya dapat mengurangi beberapa kapasitas kebutuhan klasik manusia, seperti kasih sayang dan kerja sama?
Ambil contoh, hubungan manusia dengan smartphonenya. Koneksi yang konstan dapat membuat kita kehilangan salah satu aset terpenting kehidupan: waktu untuk menjeda/istirahat, perenungan, dan keterlibatan dalam percakapan / diskusi / komunikasi yang bermakna. Salah satu tantangan individu terbesar yang ditimbulkan oleh teknologi informasi baru adalah privasi. Secara naluriah manusia ‘mungkin’ memahami mengapa hal ini sangat penting, namun pelacakan dan berbagi informasi di internet adalah bagian penting dari konektivitas baru yang makin tren. Perdebatan tentang masalah mendasar seperti dampak pada kehidupan batiniah kita dari hilangnya kendali atas data kita hanya bagian dari moment keyakinan yang tidak bisa diyakini proteksinya, dimana hal ini bahkan diperkirakan makin meningkat di tahun-tahun mendatang.
Demikian pula, revolusi yang terjadi dalam bioteknologi dan AI, yang mendefinisikan kembali apa artinya menjadi manusia dengan mendorong kembali ambang batas saat ini dari rentang hidup, kesehatan, kognisi, dan kemampuan, akan memaksa kita untuk mendefinisikan kembali batas-batas moral dan etika kita.
Tentu dibutuhkan keseimbangan yang bijak yang dimiliki setiap manusia agar dampak-dampak negatif RI 4.0 menjelma manjadi efek positif dalam kehidupan manusia, baik dunia maupun dampak kehidupan akherat.
Source : WEF, dengan perubahan